Pernah Dapat Nilai E

Assalamu’alaikum, guys. Postingan ini saya khususkan buat adik-adik tingkat saya (kok saya ngerasa tua ya, heu). Saya mau cerita tentang kesalahan saya, masa kelam waktu dulu semester 5. Kenapa saya pengen ceritain ini, ya saya nggak pengen ada lagi yang kaya saya. Ambil hikmah dari kesalahan saya ya, jangan diulangi, dan semoga kalian bisa terhindar dari yang namanya nilai E.

Ceritanya gini, saya dari awal banget kuliah nggak pernah dapet nilai E, paling jelek tuh nilai saya B. Saat semester 5, betapa hancurnya hati ini, guys, kandas sudah harapan lulus ‘cumlaude’. Saya dapat nilai E di mata kuliah Manajemen Keuangan I. Dunia serasa kelam, pengennya mah guling-guling depan fakultas sambil teriak-teriak  bari jeung ceurik (re: sambil nangis). Hoalah, bohong deng nggak lah, lebay itu mah yak, wkwk.

 Alasan kenapa saya bisa dapat nilai E itu karena berawal dari permasalahan UTS (Ujian Tengah Semester). Waktu itu saat pelaksanaan UTS, pertemuan ke-8 pada mata kuliah ini, saya nggak ikut UTS karena lagi sakit dan udah ngerasa nggak enak badannya tuh dari H-1 malemnya. Duduk aja serasa kekeleyengan tambah mual, saya ngerasa nggak kuat buat baca-baca materi Manajemen Keuangan I yang isinya rumus dan angka semua. Yasudah, di malam hari saat besoknya UTS itu, saya udah putuskan untuk istirahat, besok pagi saya nggak akan ikut UTS, saya mau ke poliklinik aja, minta surat sakit, terus izin ke dosen. Saya waktu itu mikir gini, “daripada UTS nggak maksimal, mending nanti susulan aja”. Ternyata, ujian susulan tak semudah yang saya bayangkan, guys.

Keesokan pagi saat pelaksanaan UTS.

UTS dimulai sekitar pukul 9 pagi. Saya ke poliklinik jam 7, berobat lah biasa ya, minta ke dokter untuk dibuatkan surat pernyataan sakit juga. Udah gitu sekitar jam 8-an, saya kasih surat sakit itu ke temen sekelas saya, saya lupa waktu itu kasih ke siapa. Saya bilang ke temen itu, intinya, “Aku nggak enak badan, ini suratnya, tolong bilangin ke dosen ya, aku nggak akan ikut UTS, nanti mau susulan aja.”

Yaudah, saya pulang ke kosan, istirahat.

Pada sore harinya, ternyata hari itu ada agenda kelas untuk foto studio sama temen-temen sekelas. Udah dipesen, dan saya juga pengen banget ya ikutan foto, soalnya kapan lagi bisa foto bareng. Nah, karena saya udah ngerasa baikan, udah istirahat, udah makan, udah minum obat, sore sekitar jam 4 saya ikut ke studio foto di Jalan Banda, Bandung. Itu juga mual dan nggak kuat kalo naik angkot, makanya saya nebeng temen naik motor. Jadi lah, si foto studio mah. Wkwk.

Dua bulan berlalu, saya masih belum susulan UTS aja. Di kasus ini, anggap aja dosen mah nggak pernah punya salah. Kesalahan semua di saya. Kesalahan saya yang pertama, saya terlalu nyantai, dinanti-nanti terus mau susulannya. Kedua, saya nggak terus-terusan berusaha untuk ketemu dosen yang bersangkutan untuk minta susulan UTS. Padahal saat bertemu dosennya pun, saya bingung sendiri juga karena dosennya nggak memberi waktu yang pasti kapan saya bisa susulan UTS. Ketiga, dan ini nih kesalahan yang paling besar, saya udah pasrah duluan.

Saat mendekati UAS (Ujian Akhir Semester), pertemuan ke-16 pada mata kuliah ini, saya masih berusaha mau susulan UTS. Dan bahkan saat setelah selesai UAS pun, saya masih mengejar-ngejar dosen ybs. Masih belum juga diberi waktu pasti kapan saya bisa UTS. Pasrah lah saya, apalagi sebentar lagi udah mau penutupan pemasukan nilai.

Di hari H-2 penutupan pemasukan nilai, saya masih pengen coba datang ke kantor prodi, karena saya masih pengen susulan UTS. Menghubungi dosen ybs via SMS, menelepon, nge-chat WhatsApp, dan menunggu dosen yang bersangkutan di depan kantor prodi sudah jadi makanan keseharian saya waktu zaman itu. Nah, saat saya menunggu beliau, tiba-tiba dosen ybs datang, terus bilang “Kamu, yang mau UTS, sini masuk susulan sekarang”.

Kaget, guys. Saya udah pasrah, saya semalemmya nggak belajar soalnya nggak nyangka bakalan UTS hari itu. Udah dikasih kesempatan untuk UTS, saya malah menyia-nyiakannya dengan menjawab asal-asalan, itu ngerjain cuma seinget saya aja, terus pake tambahan answer by logics. Padahal Manajemen Keuangan itu bukan mata kuliah hapalan materi yang kadang-kadang bisa diselesaikan dengan logika. Harus pake rumus, guys. Harus inget rumus, harus ngerti jalan ngerjainnya, harus ngerti kenapa dihitung dengan rumus begitu. Yasudah, dengan berat hati, saya sudah menyadari bahwa nilai UTS saya kali ini akan sangat jelek.

Dan betul saja, keesokan harinya, muncul nilai saya dalam mata kuliah tersebut E, alias 0. Sedih, guys, asli. Saya nangis pas udah buka nilai di website SINO (Sistem Informasi Nilai Online). Karena saya sudah tau yang jelek itu pasti nilai UTS, dan tidak ada remedial, saya jadi harus mengulang mata kuliah ini di semester ganjil tahun berikutnya, yaitu saat saya semester 7 bareng dengan adik tingkat. Heuheuheu.

Alhamdulillah, di semester 7 (semester ganjil tahun ajaran 2016-2017), saya sudah mengontrak ulang mata kuliah Manajemen Keuangan I bersama dengan teman-teman seperjuangan (dari angkatan saya, ada sekitar 18 orang yang harus mengulang mata kuliah ini) dan mengontrak ulang mata kuliah ini bersama dengan... adik-adik tingkat. Dan Alhamdulillah saya lulus di kontrak kali kedua ini dengan nilai A, terharu, guys, heuheuheu.

Pesan saya buat semua adik-adik tingkat, jangan kaya saya, jangan dinanti-nanti kalo mau susulan UTS. Kalo beneran sakit, dan sakitnya nggak akan bikin kamu meninggal di dalam kelas, paksain aja ikut ujian. Ikut susulan itu nggak enak, nggak pasti, bikin mengganjal pikiran dan juga terlalu besar risikonya. Pilih-pilih dulu kalo mau mengambil keputusan untuk susulan ujian. Saran saya, jangan memutuskan ikut ujian susulan di mata kuliah yang dosen pengampunya tegas atau strict or should I saiid ‘dosen killer’? :”)

Saya udah ambil hikmahnya, semoga kamu juga ya. See you. J